Nasrudin Hoja dan Sebatang Lilin
"Karena dingin, aku jadi pilek."
"Aku sakit perut."
"Tulang-tulangku ngilu."
"Begitu ya," Hoja tertawa. "Masa kalian kalah sama dingin? Aku tak ada masalah dengan cuaca sekarang ini."
Teman-temannya terkejut dan menjadi agak kesal.
"Kamu kan selalu di dalam rumah pada malam hari, makanya tidak kedinginan," salah satu temannya menimpali.
"Aku sering keluar rumah untuk berjalan-jalan di malam hari dan tak pernah merasa kedinginan, apalagi sampai sakit."
Makin kesal lah teman-temannya. Mereka sepakat memberi Hoja pelajaran.
"Ayo buktikan bahwa kau tidak kedinginan."
"Baiklah," kata Hoja, "Siapa takut?"
"Malam ini, pergilah ke luar rumah, kau boleh masuk kembali setelah satu jam."
"Hanya satu jam?"
Akhirnya
disepakati malam itu Hoja akan tinggal di luar rumah selama satu jam.
Bila Hoja berhasil menyelesaikan tantangan itu, mereka akan menraktirnya
makan malam. Sebaliknya, bila Hoja gagal, ia harus menyediakan makan
malam untuk mereka.
Malam
itu, Hoja keluar dan berjalan-jalan di sekeliling rumahnya. Tak
disangkanya malam itu sangat dingin. Ia menggigil kedinginan. Tak lama
kemudian ia mulai bersin-bersin dan pilek. Hanya beberapa menit kemudian
tulang-tulangnya terasa sakit dan ngilu. Itu belum semuanya, perutnya
pun mulai terasa kembung dan sakit.
Hoja
menyesal telah membual dan menerima tantangan itu. Ia segera berjalan
kembali ke rumah. Kemudian ia melihat sebatang lilin yang tadi
diletakkannya di jendela. Ia mendekati lilin itu dan mendekatkan
tangannya. Ia membayangkan cahaya lilin itu menghangatkan seluruh
tubuhnya. Beberapa saat kemudian Hoja tidak merasa kedinginan lagi,
bahkan mulai merasa hangat. Ia terus membayangkan kehangatan lilin itu
hingga satu jam berlalu.
Esok harinya, teman-temannya menanyakan apa yang terjadi. Hoja menceritakannya.
"Wah," seru temannya, "Kalau begitu kau curang!"
"Betul, tidak ada lilin dalam perjanjian kita." kata yang lain.
Hoja
berusaha menjelaskan, namun mereka tidak mau menerima penjelasan itu.
Hoja tetap dinyatakan gagal dan harus menyiapkan makan malam untuk
mereka. Mau tak mau Hoja setuju.
"Baiklah," kata Hoja, "Datanglah ke rumahku jam enam nanti sore."
Jam enam, mereka datang. Hoja tidak kelihatan. Mereka memanggil, dan Hoja menyilakan mereka duduk di ruang makan.
"Sebentar lagi makanan siap. Tunggu ya."
Setengah jam kemudian Hoja belum muncul. Ketika mereka bertanya, Hoja menjawab, sebentar lagi makan malam siap.
Satu jam, jawaban Hoja tetap sama.
Satu
setengah jam, dua jam menunggu, mereka sudah lapar sekali dan Hoja
tetap tidak muncul. Mereka mencarinya di dapur. Di sana mereka melihat
Hoja mengaduk-aduk isi sebuah panci.
"Maaf ya, makanannya belum matang juga," kata Hoja.
"Lama sekali kau memasaknya," kata mereka.
"Aku juga heran," kata Hoja, "Padahal aku sudah masak dari siang, lho."
Teman-temannya
penasaran, masakan apa yang sedang disiapkan oleh Hoja hingga
membutuhkan waktu begitu lama? Mereka mendekat. Di dalam panci ada sup
dan di bawah panci bukan tungku yang mereka lihat, melainkan sebatang
lilin.
Mereka
menjadi malu. Mereka sebenarnya tahu bahwa sebatang lilin saja tidak
dapat menghangatkan tubuh Hoja di malam yang dingin itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar