Jumat, 30 Agustus 2013

MENGAPA KALELAWAR TERBANG DI MALAM HARI

Mengapa Kelelawar Terbang Pada Malam Hari



Seekor tikus bernama Oyot bersahabat dengan Emiong, si kelelawar. Mereka selalu makan bersama, namun sebenarnya Emiong iri kepada tikus sahabatnya itu.
Masakan Emiong selalu menggugah selera, dan Oyot yang penasaran bertanya, “Mengapa sup masakanmu selalu lezat?”
“Oh,” jawab si kelelawar, “itu karena aku selalu merebus diriku sendiri di dalam air. Dagingku manis, sehingga supnya juga, kau tahu sendiri, lezat sekali.”
Emiong lalu mengatakan akan menunjukkan kepada Oyot. Ia mengambil panci dan mengisinya dengan air hangat. Namun ia mengatakan bahwa air itu baru saja mendidih.
“Lihat,” kata Emiong, lalu masuk ke  dalam panci itu, lalu cepat-cepat keluar lagi.
Sup yang dimasak Emiong lezat seperti biasanya, karena sebelumnya ia telah memasukkan bumbu-bumbunya.
Oyot pulang ke rumahnya. Ia menyuruh isterinya mendidihkan air.
“Bu,” katanya, “kau tahu, sup buatan Emiong sangat lezat, kan?
Isterinya menggangguk.
“Nah,” kata Oyot lagi, “aku sudah tahu rahasianya. Emiong tadi menunjukkan kepadaku caranya masak sup yang enak.”
Ketika isterinya tidak melihat, Oyot melompat ke dalam panci dan tewas seketika. Isteri Oyot sangat sedih dan marah karena suaminya meninggal. Ia melaporkan kejadian itu kepada raja.
Raja memberikan perintah untuk menangkap kelelawar dan memenjarakannya. Semua mencari dan ingin menangkap Emiong, namun kelelawar itu sudah bersembunyi. Ia hanya keluar dari persembunyiannya untuk mencari makanan ketika hari sudah gelap sehingga tak ada yang melihatnya. Itulah sebabnya kita jarang sekali melihat kelelawar pada siang hari.

Nasrudin Hoja dan Sebatang Lilin


candle clipart
Pada suatu hari Nasrudin Hoja berkumpul dengan teman-temannya. Mereka mengobrol seru, hingga pembicaraan bergeser kepada cuaca yang sangat dingin beberapa hari terakhir ini. Beberapa teman Hoja mengeluhkan cuaca dingin itu.


"Karena dingin, aku jadi pilek."

"Aku sakit perut."

"Tulang-tulangku ngilu."

"Begitu ya," Hoja tertawa. "Masa kalian kalah sama dingin? Aku tak ada masalah dengan cuaca sekarang ini."

Teman-temannya terkejut  dan menjadi agak kesal.

"Kamu kan selalu di dalam rumah pada malam hari, makanya tidak kedinginan," salah satu temannya menimpali. 

"Aku sering keluar rumah untuk berjalan-jalan di malam hari dan tak pernah merasa kedinginan, apalagi sampai sakit."

Makin kesal lah teman-temannya. Mereka sepakat memberi Hoja pelajaran.

"Ayo buktikan bahwa kau tidak kedinginan."

"Baiklah," kata Hoja, "Siapa takut?"

"Malam ini, pergilah ke luar rumah, kau boleh masuk kembali setelah satu jam."

"Hanya satu jam?"

Akhirnya disepakati malam itu Hoja akan tinggal di luar rumah selama satu jam. Bila Hoja berhasil menyelesaikan tantangan itu, mereka akan menraktirnya makan malam. Sebaliknya, bila Hoja gagal, ia harus menyediakan makan malam untuk mereka.

Malam itu, Hoja keluar dan berjalan-jalan di sekeliling rumahnya. Tak disangkanya malam itu sangat dingin. Ia menggigil kedinginan. Tak lama kemudian ia mulai bersin-bersin dan pilek. Hanya beberapa menit kemudian tulang-tulangnya terasa sakit dan ngilu. Itu belum semuanya, perutnya pun mulai terasa kembung dan sakit.

Hoja menyesal telah membual dan menerima tantangan itu. Ia segera berjalan kembali ke rumah. Kemudian ia melihat sebatang lilin yang tadi diletakkannya di jendela. Ia mendekati lilin itu dan mendekatkan tangannya. Ia membayangkan cahaya lilin itu menghangatkan seluruh tubuhnya. Beberapa saat kemudian Hoja tidak merasa kedinginan lagi, bahkan mulai merasa hangat. Ia terus membayangkan kehangatan lilin itu hingga satu jam berlalu.

Esok harinya, teman-temannya menanyakan apa yang terjadi. Hoja menceritakannya.

"Wah," seru temannya, "Kalau begitu kau curang!"

"Betul, tidak ada lilin dalam perjanjian kita." kata yang lain.

Hoja berusaha menjelaskan, namun mereka tidak mau menerima penjelasan itu. Hoja tetap dinyatakan gagal dan harus menyiapkan makan malam untuk mereka. Mau tak mau Hoja setuju.

"Baiklah," kata Hoja, "Datanglah ke rumahku jam enam nanti sore."

Jam enam, mereka datang. Hoja tidak kelihatan. Mereka memanggil, dan Hoja menyilakan mereka duduk di ruang makan. 

"Sebentar lagi makanan siap. Tunggu ya."

Setengah jam kemudian Hoja belum muncul. Ketika mereka bertanya, Hoja menjawab, sebentar lagi makan malam siap.

Satu jam, jawaban Hoja tetap sama.

Satu setengah jam, dua jam menunggu, mereka sudah lapar sekali dan Hoja tetap tidak muncul. Mereka mencarinya di dapur. Di sana mereka melihat Hoja mengaduk-aduk isi sebuah panci.

"Maaf ya, makanannya belum matang juga," kata Hoja.

"Lama sekali kau memasaknya," kata mereka.

"Aku juga heran," kata Hoja, "Padahal aku sudah masak dari siang, lho."

Teman-temannya penasaran, masakan apa yang sedang disiapkan oleh Hoja hingga membutuhkan waktu begitu lama?  Mereka mendekat. Di dalam panci ada sup dan di bawah panci bukan tungku yang mereka lihat, melainkan sebatang lilin.

Mereka menjadi malu. Mereka sebenarnya tahu bahwa sebatang lilin saja tidak dapat menghangatkan tubuh Hoja di malam yang dingin itu.